Kompetisigasing.com Situs Kumpulan Berita Kompetisi Sains di Indonesia Saat Ini

Kompetisigasing.com Situs Kumpulan Berita Kompetisi Sains di Indonesia Saat Ini

kompetisigasing

Sains Di Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kolaborasi, Bukan Persaingan

Sains Di Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kolaborasi, Bukan Persaingan

Sains Di Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kolaborasi, Bukan Persaingan – Setelah mengalahkan Thailand dalam publikasi akademis untuk pertama kalinya, Indonesia optimis bisa mengejar ketertinggalannya yang lebih produktif, Singapura dan Malaysia, pada 2019. Namun, di abad 21, dunia sains membutuhkan lebih banyak kolaborasi daripada persaingan.

Sains Di Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kolaborasi, Bukan Persaingan

Untuk mengukur prestasi akademik Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta beberapa perguruan tinggi menaruh perhatian besar pada publikasi yang terindeks Scopus (salah satu database akademik terbesar) dan pemeringkatan universitas dunia. sbobet88

Pada bulan Agustus tahun ini kementerian mengumumkan dengan gembira bahwa, untuk pertama kalinya, publikasi oleh akademisi Indonesia (9.349 publikasi untuk Indonesia dan 8.204 untuk Thailand per 31 Juli 2017) melebihi jumlah yang dibuat oleh akademisi Thailand. Kini, Indonesia duduk di posisi ketiga di ASEAN, di belakang Malaysia dan Singapura

Masih harus dilihat apakah Indonesia bisa mempertahankan posisi ketiga hingga akhir tahun ini. Namun, kementerian optimis Indonesia akan segera menyusul dan melebihi Singapura, yang saat ini menduduki peringkat ke-2 dari segi jumlah publikasi, dan pada akhir tahun 2019 akan melampaui Malaysia dan menjadi No. 1 di ASEAN. Data yang dikutip oleh kementerian tidak buruk sama sekali. Kita harus memuji dan bangga karenanya. Namun, kita juga perlu menilai secara kritis.

Melihat Melampaui Jumlah Dokumen

Kita perlu melihat lebih dari sekedar jumlah publikasi. Bibliometrik Database SCImago mencatat pada tahun 2016 bahwa Indonesia menghasilkan 11.470 publikasi, sehingga 4604 kutipan. Thailand menghasilkan 14.176 publikasi, menghasilkan 11.331 kutipan.

Menariknya, dari segi kutipan, peringkat Indonesia bahkan lebih rendah dari Vietnam, yang memiliki publikasi lebih sedikit daripada Indonesia (5.563 pada 2016) tetapi lebih banyak kutipan di 4.970.

Ada berbagai alasan mengapa karya yang diterbitkan dapat dikutip atau tidak. Sebagai aturan praktis, kutipan menunjukkan relevansi karya yang diterbitkan dengan karya ilmuwan lain. Data SCImago menunjukkan sitasi Indonesia jauh tertinggal dari Thailand, Singapura dan Malaysia.

Data menunjukkan bahwa penting bagi akademisi Indonesia untuk lebih berupaya agar publikasi mereka dikutip oleh akademisi lain. Indonesia perlu mempublikasikan lebih banyak, dan mempublikasikan penelitian yang lebih relevan dengan sarjana lain.

Peringkat Universitas

Kutipan juga penting karena terkait dengan kinerja suatu negara dalam peringkat universitas dunia. Ada berbagai peringkat universitas di dunia. Peringkat universitas dunia Times Higher Education, yang dianggap paling andal dan komprehensif, menegaskan posisi Indonesia dibandingkan dengan Thailand, Singapura dan Malaysia.

Menggunakan lima indikator kinerja pengajaran, penelitian, kutipan , pandangan internasional, dan pendapatan industry. Peringkat terbaru The Times Higher Education mencantumkan dua universitas Singapura dalam 100 teratas, menjadikan Singapura yang terbaik di antara empat negara ASEAN.

Tiga negara lainnya tidak memiliki universitas yang terdaftar dalam 100 besar tetapi Malaysia memiliki sembilan dalam daftar keseluruhan dan salah satunya berada dalam 400 teratas. Thailand memiliki sepuluh universitas dalam daftar, salah satunya masuk 600 teratas.

Three of Indonesia’s most reputable universities Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada and Universitas Indonesia are within the top 1,000 and Institut Pertanian Bogor is in the list’s 1,000+ band.

Peringkat Universitas Muda Times Higher Education mencantumkan hanya 200 universitas teratas, di bawah 50 tahun. Pada 2017, daftar ini mengakui satu universitas Singapura, enam universitas Malaysia dan satu di Thailand. Sayangnya, Indonesia tidak ada dalam daftar.

Pemeringkatan universitas dunia Times Higher Education menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya perlu mengalahkan jumlah publikasi akademisi Malaysia atau Singapura pada tahun 2019, tetapi juga relevansi penelitian mereka.

Abad Kolaborasi Untuk Sains

Kementerian telah mencoba memberi insentif kepada para sarjana dengan uang untuk menerbitkan lebih banyak makalah ilmiah, tetapi akademisi Indonesia perlu melangkah lebih jauh dari itu.

Penelitian menemukan bahwa sains abad ke-21 adalah tentang bekerja dengan peneliti dari berbagai disiplin ilmu dan bahkan pemangku kepentingan publik. Pendekatan kolaboratif semacam ini dapat menjadi dasar untuk meningkatkan praktik pendidikan tinggi Indonesia. Kerja sama ini memfasilitasi visi bersama untuk mengatasi tantangan kompleks dengan lebih baik.

Penelitian lain menunjukkan bahwa publikasi yang ditulis oleh tim peneliti lebih sering dikutip dan memiliki dampak ilmiah yang lebih besar sejak tahun 1960-an, dibandingkan dengan publikasi oleh seorang penulis tunggal. Studi ini keduanya ditulis oleh tim mendukung kerja tim, mengatakan bahwa hal itu semakin signifikan dalam menghasilkan pengetahuan.

Kolaborasi, Bukan Persaingan

Kementerian Pendidikan Tinggi perlu lebih fokus pada peningkatan riset berbasis tim dan mengupayakan kolaborasi antara peneliti Indonesia dan peneliti asing, terutama dari negara atau universitas yang memiliki reputasi kuat dalam publikasi ilmiah.

Data dari SCImago di bawah ini menunjukkan persentase artikel akademis dari Indonesia yang ditulis oleh penulis dari lebih dari satu negara terus menurun, sementara Singapura terus meningkat.

Sains Di Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kolaborasi, Bukan Persaingan

Selain peraturan menteri tentang insentif bagi para sarjana yang menulis artikel ilmiah, kementerian perlu mengalokasikan hibah penelitian yang secara khusus mendukung proyek-proyek kolaboratif. Kolaborasi antara peneliti Indonesia dan asing harus dilakukan agar tidak terjadi perselisihan. The Conversation Indonesia mungkin perlu memulai dengan tetangganya. Akademisi Indonesia mungkin tidak perlu bersaing dengan Thailand, Singapura dan Malaysia. Yang harus mereka lakukan adalah berkolaborasi dengan mereka.

Categories:
kompetisigasing
Tags:
You Might Also Like